Thursday, July 23, 2009

Fakta Tentang Keamanan Pengakhiran Kehamilan

Aborsi atau pengguguran kandungan atau pengakhiran kehamilan sesungguhnya merupakan tindakan yang paling aman. Komplikasi pengakhiran kehamilan dalam tiga bulan pertama kehamilan sangat jarang terjadi dan sangat serius daripada melahirkan biasa.
Eitsss...tau gak siH, sahabat blogspot kalau_

^ Pengakhiran Kehamilan Ilegal itu Pengakhiran Kehamilan Tidak aman

Pengakhiran kehamilan memang tidak selalu aman. Di negara-negara yang pengakhiran kehamilannya belum legal, banyak perempuan mati atau mendapat masalah kedokteran yang serius setelah berusaha melakukan pengakhiran kehamilannya sendiri, atau pergi ke dukun (yang tidak terlatih) yang memakai alat-alat sangat primitif atau tidak bersih.

Akhirnya perempuan-perempuan itu akan memenuhi Unit Gawat Darurat (UGD) dgn komplikasi yang sangat serius-perforasi uterus (tertembusnya peranakan), sisa-sisa plasenta yang tertinggal, perdarahan banyak, robekan mulut rahim, infeksi hebat, keracunan, shock, dan gangrene (membusuk).

Diseluruh dunia, di negara-negara dimana pengakhiran kehamilan masih ilegal, pengakhiran kehamilan merupakan penyebab kematian ibu.

^ Menilai Risiko Komplikasi
Di negara-negara yang pengakhiran kehamilannya sudah legal, para perempuannya lebih beruntung karena dapat memanfaatkan kemajuan teknologi kedokteran dan mendapatkan lebih aman.

Waktu yang paling aman untuk dilakukan pengakhiran kehamilan adalah antara 6-10 minggu dari hari pertama haid terakhir. Jarang sekali terjadi komplikasi yang serius kalau dilakukan sebelum 12 minggu. Biasanya, 89% perempuan dilakukan pengakhiran kehamilan pada kehamilan kurang dari 12 minggu. Dari perempuan-perempuan ini,97% tidak melaporkan terjadinya komplikasi 2,5% mengalami komplikasi ringan yang dapat diatasi dipraktek dokter atau diklinik pengakhiran kehamilan dan kurang dari 0,5% memerlukan tindakan medis atau perawatan dirumah sakit.

Komplikasi agak tinggi dialami pada pengakhiran kehamilan yang dilakukan antara 13-24minggu. Pembiusan umum,yang sering kali diperlukan pada prosedur pengakhiran kehamilan mengundang risikonya tersendiri. Disamping tuanya kehamilan, ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi terjadinya komplikasi, termasuk:
* keterampilan dan keterlatihan yang melakukan pengakhiran kehamilan.
* jenis anestesia (pembiusan) yang dipakai.
* keadaan kesehatan perempuan pada umumnya, dan
* cara pengakhiran kehamilan yang digunakan

^ Komplikasi Pengakhiran Kehamilan Legal
Komplikasi yang mungkin terjadi dari pengakhiran kehamilan, adalah:
* pengumpulan bekuan darah di mana uterus (rahim),yang memerlukan sedotan/kuretase ulang, terjadi kurang dari 1%
* infeksi, kebanyakan dari padanya mudah diketahui dan diobati kalau perempuan yang bersangkutan memperhatikan instruksi pasca abortus, yang terjadi pada kurang dari 3%.
* robekan mulut rahim, yang dapat dijahit, terjadi pada kurang dari 1%.
* perforasi (luka tembus),pada dinding peranakan atau organ lain, dapat sembuh sendiri atau memerlukan jahitan, atau pengangkatan peranakan (histerektomi),terjadi pada kurang 0,5 dari 1% kasus;
* missed abortion, karena tidak berhasil mengakhiri kehamilan sehingga penggugurannya harus diulang terjadi pada kurang 0,5 dari 1% kasus;
* pengakhiran kehamilan tidak lengkap (abortus incompletus), dimana sebagian jaringan kehamilan masih tertinggal di dalam rongga uterus, sehingga tindakannya harus diulang, terjadi pada kurang dari 1% kasus.
* pendarahan banyak, karena uterus gagal berkontraksi yang mungkin memerlukan transfusi darah, terjadi pada kurang dari 1% kasus.

^ Komplikasi Lainnya
Pada kehamilan antara 13 dan 16 minggu, prosedur dilatasi dan evakuasi (D&E) lebih aman dan lebih efektif daripada cara-cara pengakhiran kehamilan trimester-II lainnya. Setelah 16 minggu, cara apapun yang dipakai menimbulkan tingkat komplikasi yang sama tingginya. Kematian terjadi pada seorang dari setiap 160.000 perempuan yang mengalami pengakhiran kehamilan legal. Kematian yang sangat jarang terjadi itu biasanya akibat pemakaian obat bius, serangan jantung atau perdarahan yang tak terkendalikan. Sebagai perbandingan, risiko kematian seorang perempuan hamil sampai cukup bulan adalah 10 kali lebih besar dari pada pengakhiran kehamilan.

^ Tanda-tanda Komplikasi Pasca Pengakhiran Kehamilan
Kalau seorang perempuan mempertunjukkan tanda2 atau gejala2 berikut ini setelah dilakukan pengakhiran kehamilan, ia harus segera menghubungi fasilitas yang melakukan pengakhiran kehamilan:
* nyeri yang hebat
* menggigil dengan suhu badan 38 derajat Celcius atau lebih
* perdarahan yang lebih banyak dari pada haid normal yang terbanyak, atau membasahi lebih dari satu pembalut wanita dalam satu jam
* cairan yang berbau dan vagina, atau
* gejala2 kehamilan yang berlangsung terus

(sumber: Ansor,Maria Ulfa.2002. Aborsi Dalam Perspektif Fiqh Kontemporer [halaman:14-19]. Jakarta: Balai Penerbit FKUI).


2 comments:

  1. hmm ic nice info mbah :D heheh salam kenal ya

    ReplyDelete
  2. Terima kasiH kunjungan nya-Juliawan. Lam kenal juga.

    ReplyDelete

Silahkan berkomentar